Sadarkah Kita, Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) "Membunuh" Kebiasaan Lama
Seiring waktu kita selalu disuguhkan dengan kehadiran
teknologi yang semakin modern dan canggih. Perkembangan Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK) yang kian maju tentu semakin memudahkan aktivitas manusia serta menghubungkan banyak pihak tanpa mengenal jarak dan waktu.
Dulu pasangan yang sedang menjalin hubungan LDR-an hanya bisa menghilangkan rindu melalui suara telepon ataupun mengirim surat satu dengan lainnya. Kini kehadiran layanan video call membuat jarak terasa tidak berarti lagi karena dapat melakukan komunikasi secara tatap muka meski jarak terbentang jauh.
Tanpa kita sadari bahwa kemajuan ini memang memberikan manfaat positif karena membuat hal-hal sulit menjadi bisa terwujud dan efisien. Ironisnya, disisi lain kemajuan ini justru "membunuh" kebiasaan lama yang sempat dilakukan untuk mendukung aktivitas kita. Wajar bila generasi yang menghabiskan masa kecil dan remajanya ditahun 1990-an akan merindukan kebiasaan lama yang saat ini sudah jarang terjadi lagi.
Kehadiran Pesan Instan (Chatting) memang memberikan banyak manfaat karena lebih praktis, dapat dikirim dan diterima secepat mungkin, tampilan pesan dapat ditampilkan lebih menarik dan tentu saja murah karena hanya mengandalkan paketan internet. Adanya pesan instan ini terasa membunuh kebiasaan masyarakat yang dulu gemar berinteraksi melalui surat.
Era 1990an hingga awal 2000-an, masyarakat masih memanfaatkan jasa kirim surat melalui kantor pos dimana mereka harus menuliskan pesan melalui selembar kertas atau cukup menuliskan di kartu pos kemudian membeli perangko sesuai kebutuhan dan menunggu waktu hingga surat sampai atau menerima balasannya.
Memang terkesan lama dan tingkat kesampaian oleh yang dituju juga tidak akan 100 persen namun ada hal menarik dari kebiasaan ini. Secara tidak langsung kita diajarkan sikap bersabar karena harus menunggu dan rasa kebahagian ketika surat diterima atau bahkan dibalas oleh yang dituju. Disisi lain, kegemaran melalui surat-menyurat ini bahkan melahirkan hobi sebagai filateli (mengumpulkan perangko) baik perangko nasional ataupun manca negara.
Komunikasi melalui Chatting. Sumber Vector Stock
Kemunculan telepon pintar (smartphone) dengan layanan voice call dan video call terasa menjadi penyebab tumbangnya usaha Warung Telepon (Wartel) dan Telepon Koin. Saya masih ingat di tahun 1990-an masih banyak pelaku usaha Wartel yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berkomunikasi.
Di jam-jam tertentu, saya bahkan harus mengantri untuk telepon baik di Wartel dan telepon koin. Bahkan adanya biaya yang tertera di layar telepon membuat kita harus berbicara seefektif mungkin dan secepat mungkin agar biaya tidak terlalu besar. Saya ingat ketika biaya sudah terlalu tinggi,saya akan mengucapkan, udah ya nanti disambung lagi.
Artinya biaya sudah mendekati batas maksimal uang yang saya anggarkan. Ini pun terjadi pada telepon koin yang sering ditemukan di depan sekolahan atau area publik. Kebiasaan lama seperti melubangi koin agar saat masuk dapat ditarik kembali memang terkesan curang namun itu justru menjadi
kenangan yang dirindukan pada masa kini.
Terciptanya jasa belanja online (e-commerce) menjadi penyebab sepinya orang berbelanja kebutuhan di pasar tradisional ataupun supermarket/mall. Bayangkan saja, hanya untuk membeli baju, sepatu, peralatan sehari-hari kini bisa dipenuhi melalui aplikasi e-commerce tanpa perlu keluar rumah.
Padahal dulu saat-saat hari raya atau libur sekolah, keluarga akan berbondong-bondong memenuhi pasar hingga mall untuk berbelanja kebutuhan dasar (sandang dan pangan).
Sensasi tawar-menawar antar penjual-pembeli menjadi sesuatu yang mengasyikkan karena disitu akan membuktikan kemampuan kita untuk mendapatkan harga terbaik. Kini sensasi itu sudah hampir tidak terjadi lagi. Hanya masyarakat di pnggiran perkotaan yang masih gemar berbelanja secara konvensional.
Sosial media (Sosmed) telah menggeser kebiasaan berkenalan melalui Sahabat Pena. Dulu sahabat pena menjadi kolom yang sangat menarik karena kita bisa mencari kenalan dengan melihat data diri seseorang yang dimuat di majalah, tabloid, koran atau media cetak lainnya.
Tidak sedikit seseorang yang mempublikasikan dirinya melalui sahabat pena akan menerima puluhan atau ratusan surat perkenalan. Saat ini, sosial media memang memudahkan kita untuk mengenal orang baru.
Ternyata banyak orang yang justru memalsukan dirinya baik foto hingga data personal diri hanya untuk terlihat menarik atau digunakan untuk menipu orang lain. Peralihan
interaksi ini sering terjadi sekarang.
Begitu banyak kenangan atau kebiasaan lama yang begitu membekas namun seiring waktu telah hilang karena kebiasaan dan kemajuan teknologi saat ini. Ibarat istilah "Yang baru menggantikan yang lama" begitu terasa. Sebenarnya tidak ada yang perlu disalahkan karena memang yang kekal di dunia ini adalah perubahan.
Tapi jujur, ingin rasanya mengulang masa lalu karena disitu banyak mengajarkan arti kesabaran, ketulusan, dan kebahagian yang terjadi karena sesuatu yang dianggap sepele.